GUSDUR; ALTERNATIF INTELEKTUAL INDONESIA

GUSDUR; ALTERNATIF INTELEKTUAL INDONESIA

Nama Buku    : Gusdur Dan Ilmu Sosial TRansformasi Sebuah biografi Intelektual
Nama Penulis    : Syaiful Arif
Penerbit    : Koekoesan
Tahun Terbit    : 2009
Cetakan     : I
Tebal Buku    : xiv+330 Halaman
Resensator:    : Muhammad Abdurrohim

Eksistensi gusdur dalam kancah pemikiran Indonesia memang tidak bisa dinafikkan lagi. Berbagai pandangan yang mencoba menggali kedalaman intelektual seorang Kiai dari Pesantren ini pun telah dilakukan oleh banyak kalangan. Buku-buku yang muncul khusus mengangkat wacanan pemikiran Gusdur juga makin banyak. Tidak kalah andil Syaiful Arif salah seorang santri yang pernah menjadi muridnya pun juga menorehkan pengetahuannya tentang keberadaan gusdur dan riwayat intelektualnya.
Dalam buku yang cukup tebal ini pemikiran – pemikiran Gusdur dari yang berbau pesantren hingga yang menjadi kontroversi dikalangan ulama NU diungkap secara detil dan berjalan sesuai dengan arah wacana mainstreamnya.
Buku ini membuka pemikiran gusdur melalui perdebatan diskurtif, yaitu dengan tidak hanya menelaah ulang partikularisme pemikiran tetapi juga membedah fungsi sosio histories pemikirannya. Artinya buku ini tidak hanya sebatas pertanyaan seperti apa pemikiran gusdur?, akan tetapi lebih ke pertanyaan apa atau kenapa sebuah pemikiran mengambil model tertentu disuatu momen sejarah tertentu. Dampak social apa yang diciptakannya, serta kepada siapa keberpihakannya ditujukan? Berangkat dari filsafat fenomenologi Husserl yang menjauhkan batasan-batasan empiric dan cenderung mencakup fenomena abstrak seperti persepsi, pemikiran, kemauan dan keyakinan subyek yang menurut pendekatan holistic berdasarkan konstruksi social yang ada. Pendekatan hermeneutic terhadap obyek pun dilakukan untuk menghindari bias paradigmatic.
Perjalanan sejarah pemerintahan negeri ini menjadi kajian yang memang membutuhkan seorang kritikus social seperti Gusdur ini. Pemikiran-pemikiran yang cenderung melawan pembangunanisme banyak dilontarkan oleh Gusdur. Menurutnya Pemikiran melawan pembangunanisme merupakan sebuah kerja alternative pengembangan masyarakat yang berangkat dari kritisme akan watak elit pembangunan yang bersifat kapitalistik. Gusdur mengemukakan langkah-langkah praktis  dalam pendampingan masyarakat: Pertama, pendekatan berdasarkan pembentukan karya-karya konkrit ditingkat rakyat guna langsung memecahkan persoalan mereka. Kedua, Orientasi karya-karya yang dilakukan harus berupa program pembangunan yang partisipatoris dengan partisipan yang menanggung beban tanggung jawab serta keterlibatan yang sama. Ketiga, wilayah sasaran vis a vis persoalan sebagai tujuan akhir harus mencerminkan dan selalu memenuhi kebutuhan nyata yang muncul dari kesadaran masyarakat, seperti kurangnya keahlian pengrajin sehingga lemah dalam persaingan, memertahankan organisasi mikro ekonomi yang kuat serta meningkatkan modal kolektif. Empat, tujuan seluruh upaya tersebut harus mengaitkan aspirasi keagamaan dan aspirasi rakyat secara umum serta menghapuskan ketergantungan struktural dari daya-daya yang asing terhadap manifestasi sosio cultural rakyat.
Munculnya gagasan tersebut tentunya bukan berangkat dari angan-angan kosong seorang Gusdur, namun berawal dari kegelisahan terhadap realitas social yang dialami oleh gusdur. Adanya indikasi penindasan melalui manipulasi structural yang dilakukan oleh rezim orde baru pada masa itu mengakibatkan marginalisasi rakyat dalam kedalam posisi periphery. Dari sinilah gerak pemikiran gusdur muncul dan berkembang menanggapi semua ketimpangan dan kegelisahan social tersebut. Dalam Islam sebagai etika social gusdur mendekati teologi pembebasan dengan gerakan yang bersifat sosio cultural seperti yang tadi disebutkan yaitu upaya cultural untuk menciptakan kesadaran masyarakat dalam membangun diri sendiri sebagai upaya pembebasan dari dari ketergantungan structural yang diciptakan oleh pembangunan. Langkah ini juga konsekwen dengan upaya rekontruksi gusdur terhadap tradisi pemikiran serta hokum islam yang sudah ada. Yaitu dengan mengubah paradigma menerima produk hokum dengan metode berpikir (manhaj Fikr) yaitu menerapkan hukum dengan metode berpikirnya ulama dahulu yang selalu berkutat pada kondisi masyarakat.
Syaiful Arif mencoba membuka seluruh ruang pemikiran gusdur yang sangat identik dengan kritisme dan radikal tentunya. Terutama kritik bagi politik pembangunan orde baru yang mengangkat ideology-ideologi Negara yang melawan tradisionalisme pesantren dan agama yang direpresentasikan lewat NU. Namun tidak hanya mendudah pemikiran linear gusdur. Syaiful Arif berusaha melakukan otokritik sebagai penguji keabsahan pemikiran gusdur sendiri. Tentu saja dengan pemikiran kawan sekaligus lawan Gusdur, yaitu Karl Mark. Anggapan public tentang kecenderungan gusdur terhadap Marxian pun terbantahkan.
Sisi lain lagi dari pemikiran gusdur adalah  tentang kebudayaan, dalam sub judul anarkisme kebudayaan gusdur dengan diskursus tradisi  versus modernitasnya dapat dilihat perannya dalam kebudayaan. Penulis buku ini menganggap peran kebudayawanan Gus Dur bukan sebagai creator dalam bidang kesenian, tapi lebih tepat disebut sebagai pemikir sekaligus penggerak kebudayaan yang meluaskan kajiannya ke segenap lini kekuasaan, baik kekuasaan pengetahuan seperti dalam karya gusdur pribumisasi islam yang mencoba menciptakan solusi bagi benturan kebudayaan.
Satu yang menjadi kekurangan penulis buku ini adalah tidak diambilnya pemikiran gusdur tentang  dialog antar agama. Namun bagaimanapun buku ini tetap terdepan dalam mengungkap gagasan-gagasan gusdur. Pantas jika buku ini diberi sub judul sebuah biografi intelektual.
.